Tittle : Forgiven
Part : one shoot
Author : Desii RUKI
Genre : Fluff, Angst, school life
Language : Indonesian
Fandom : the GazettE
Pairing : Reituki (maybe)
Rating : G
Warning : none. Just fiction.
Ini hanya cerita fiksi yg berawal dari sebuah pengalaman. Tokoh hanya meminjam nama (?) so, slow guys~!
Douzo
Ruki’s pov
Apa kau tahu rasanya kehilangan seseorang? Apa kau juga
merasakan bagaimana rasanya saat kebahagiaan itu melebur disuatu tempat hingga
kau tak tahan menahan air mata mu itu? Yah semua bisa kau rasakan saat disini,
di tempat dimana semua orang akan istirahat pada akhir hayatnya.
“kenapa? Kenapa pergi secepat ini? Apa kau tak pernah ingin
melihat ku? Ayah, kau tahu? Aku tidak pernah membencimu. Sekalipun aku marah
pada mu karena kesalahan mu, aku tak pernah membenci mu. Aku selalu mendoakan
mu dari sini” Kupandang dan kuraba batu nisan dihadapanku ini, aku tak bisa
menahan butiran air yang ada di mataku ini. Seakan semua kebahagiaan hilang tak
berbekas, hari esok seakan mati. Dadaku terasa begitu sesak hingga aku sulit
bernafas.
Suasana terasa begitu sepi disini, mungkin hanya suara
isakan tangisku saja yang terdengar jelas. Ku tutup mata ku dan mencoba melihat
kebelakang. Ingatan itu sangat jelas, jelas sekali dan sangat sakit jika kau
menjadi diriku.
~*~*~*~*~
Ibitsu Gakuen (?)
Dentangan bell begitu nyaring, semua siswa tampak begitu
terburu buru untuk ke kelasnya masing-masing dan tampak begitu bersemangat.
Tapi tidak bagi ruki, ia berjalan dengan santainya tak seperti biasanya. Wajahnya terasa muram dan pucat, akhir-akhir
ini memang ruki tidak pernah tidur tepat pada waktunya. Ia selalu tidur pagi
dan hampir detiap hari, jika ditanya selalu dengan jawaban “aku hanya tidak
bisa tidur”. Yahh begitulah kebiasaan barunya.
Dengan santainya ruki memasuki kelas dan langsung duduk ke
tempat duduknya, menopang dagu dengan tangannya dan menatap kearah jendela.
Teman sekitarnya yang menyadari akan sikap ruki yang tak biasa hanya menatapnya
dengan wajah penuh pertanyaan.
“hey ru, kau tak apa-apa?” ucap teman sebangku ruki.
“aku tak apa rei” gumam ruki.
“kurasa kau tidak baik-baik saja.” Reita menepuk pundak ruki
yang akhirnya menatapnya “Ceritakan pada
ku ada apa?”
“aku hanya merasa tidak enak akhir-akhir ini, ditambah
tetangga ku berbicara omong kosong yang seolah-olah dia telah mati” datar ruki.
“heee?” kini reita bingung dengan penuturan ruki yang
berbicara sangat datar dan tanpa ekspresi pula. “apa maksud mu dengan berbicara
omong kosong yang seolah-olah dia telah mati?”
“hmm mungkin kau akan terkejut jika aku ceritakan” diam
sejenak. “nanti aku ceritakan, sensei sudah masuk”
“ah iya”
Reita masih penasaran akan pernyataan ruki, ia berpikir
keras siapa maksud dari ruki. sepanjang pelajaran reita malah tidak focus, ia
malah berpikir macam-macam. Jangan salahkan reita, ia memang hobi ingin
mengetahui rahasia orang(?) apalagi teman terdekatnya itu. Apakah ini ada kaitannya
dengan masalah keluarga ruki? entahlah, reita memilih untuk bersabar. Ia
berharap agar waktu cepat dilewati dengan cepat.
~~~~~~~
Jam istirahat.
Ruki membereskan bukunya dan beranjak dari tempat duduknya.
Tapi baru beberapa langkah, ruki merasa tangannya ditarik. Ya reita menarik
tangan ruki dan menatapnya lekat. “bisa kita bicara, diatap saja” ucap reita
dan hanya dijawab oleh anggukan ruki tanda ia setuju.
1 menit
2 menit
5 menit
10 menit
“hey hey bicaralah ru, aku mulai bosan” upat reita sambil
menatap ruki yang masih datar.
“kau tak bertanya untuk apa aku bicara” jawab ruki enteng.
Reita sweatdrop, ruki benar aku tak pernah bertanya. Baka!
“okay okay, nah sekarang lanjutin pembahasan mu yang tadi.
Apa maksudnya?” kini reita serius untuk mendengarkan.
Ruki hanya menaikan sebelah alisnya melihat tingkah konyol
temannya yang satu ini. “baiklah. Aku akan bertanya kepada mu, bagaimana jika
kamu melihat seseorang ditengah malam lalu hanya melewati rumahnya? Dan kau
selalu memimpikan orang itu dengan wajahnya yang sangat merana. Apa menurutmu?”
“heee? Kalau itu menurutku sangat aneh, kenapa ia hanya
melewati rumahnya tanpa masuk kedalam. Lalu selalu memimpikan orang itu disaat
bersamaan? Mungkin pertanda” kini reita menjawabnya dengan enteng yang membuat
ruki semakin menundukan kepalanya.
“hmm kau benar, mungkin pertanda” suara ruki semakin serak.
Setetes demi setetes air matanya jatuh ke lantai. Reita yang menyadarinya kini
merangkul ruki dan mendekapnya dengan erat.
“tenanglah ru..” reita mencoba menenangkan ruki.
Ruki mempererat pelukannya “bagaimana aku bisa tenang rei,
aku sakit mendengarnya. Aku tahu orang itu tidak pernah sekalipun ke rumah
seakan-akan mencampakan aku dan ibuku. Tapi aku tak pernah sekalipun
membencinya” isakan ruki semakin pilu.
Reita diam sejenak “jadi yang kau ceritakan tadi tentang
ayahmu?” ruki hanya menganggukan kepalanya. Reita menepuk kepala ruki, berharap
si kecil ini tenang. “mungkin itu hanya kebetulan, sudahlah doakan saja.”
Lagi-lagi ruki hanya menganggukkan kepalanya, reita semakin mempererat
pelukannya.
~~~~~
Pulang sekolah.
“ru, kita pulang bareng ya?” rengek reita.
“oh, okay”
‘yeeaaayy’ begitulah kira-kira hati reita saat ini, pulang
bersama ruki adalah keinginan terpendam(?).
Sepanjang jalan pulang, ruki hanya terdiam memikirkan apa
yang ia pikirkan saat ini. Reita yang melihatnya hanya heran. Tiba-tiba saja
reita melangkahkan kakinya lebih cepat dan berhenti tepat didepan ruki yang
membuat langkah ruki terhenti.
“hmm ada apa rei?”
“kau kenapa ru? Masih memikirkan tentang itu hm?” reita
menatapya intens.
“hmm sedikit” ruki menundukan kepalanya.
Reita tahu saat ini ruki memang sangat sedih, entah
bagaimana caranya tiba-tiba saja reita memeluk ruki begitu saja. Ia merasa
harus memeluk ruki entah kenapa itu terjadi. Ruki hanya membenamkan wajahnya ke
dada reita dan menangis.
“hm menangislah sepuasmu ru jika itu membuatmu tenang” reita
membelai lembut kepala ruki yang mulai sedikt tenang.
~~~~~~~~~
Ruki’s pov
Aku melangkahkan kakiku masuk kerumah setelah menyapa reita
yang mengantarkan ku sampai rumah. Yah tidak kupungkiri reita memang sangat
baik, terlebih lagi ketika aku merasa seperti ini. Rasanya perasaan ku agak
tenang dan wajahku panas. Eh hey, kenapa aku? Kenapa aku merasakan seperti ini?
Hahh rei lihat, kau membuatku berubah seperti ini.
Perlahan ku buka pintu rumahku, aku membuka sepatuku dan
menaruhnya di rak sepatu. Aku berniat langsung mandi dan tidur, hari ini begitu
melelahkan. Ketika baru beberapa langkah saat aku berada tepat ditangga, aku
mendengar suara isak tangis dari arah ruang tengah. Ku langkahkan kakiku kesana
dan melihat siapa yang menangis.
Aku membulatkn mataku ketika aku tahu yang menangis itu
adalah okaasan, ibuku. Apa yang terjadi? Ia masih memegang telephone dengan
tangan yang gemetar. Aku reflek berjalan mendekati ibuku dan langsung
memeluknya.
“ada apa okaasan?”
“taka…hiks” ya Tuhan, ibuku memelukku dengan tubuh gemetar
seperti ini. Ada apa ini?
“ada apa?” ku elus punggung ibuku dan menatapnya.
“ayahmu…hiks.. ayahmu….”
“a..ayah kenapa?” baiklah aku mulai cemas sekarang.
“ayahmu telah tiada taka-chan.. sudah seminggu yang lalu..”
Apa? Tidak mungkin? Aku seperti dihantam batu besar, sangat
sakit dan sesak. Ini pasti bohong. Kenapa? Apa yang kupikirkan kenapa menjadi
kenyataan? Ya Tuhan, aku benar-benar tidak suka ini. Tolong siapa saja katakana
bahwa ini hanya mimpi.
Ruki’s pov end
.
.
.
Ruki mulai menitikan air matanya yang masih memeluk ibunya.
“okaasan.. apa benar yang kau katakan?”
Ibunya hanya mengangguk “hiks.. okaasan dapat telephone dari
pihak rumah sakit ru.. hiks.. taka-chan.. kita ke pemakaman ayahmu besok ya
nak.. hiks”
Ruki langsung terdiam ketika ibunya menanyakan hal tersebut,
entah kenapa ia tidak mau melihat ayahnya. Ruki tiba-tiba berdiri dan berjalan
meninggalkan ibunya yang masih menatapnya yang masih menangis.
“gomenne okaasan”
~~~~~
“aaaagggrrhhh kenapa kau mesti mati hah ? kau ingin menambah
kesedihan untuk kami hah!!!!!!”
Ruki membanting barangnya yang ada dikamarnya, ia sangat
shock mendengar berita yang ia dengar. Bagaimana tidak, sosok ayahnya begitu
terhormat dan dijadikan acuannya untuk maju. Tapi ketika itu juga ayahnya
menghianati keluarganya yang membuat ruki geram dan membenci ayahnya.
Ia membantingkan tubuhnya ke atas tempat tidur seraya
menutup wajahnya dengan kedua matanya. Yah ruki menangis untuk kesekian
kalinya, menangis untuk ayahnya yang meninggalkannya secepat ini. Meninggalkan
luka kepada ruki dan ibunya, ini begitu sesak.
.
[“kalau sudah besar kamu harus menjadi anak yang berguna ya”
ucap ayahnya dengan menepuk punggung anaknya]
[“iya ayah”]
.
Sebutir air mata kembali mengalir, ruki sangat mengingat
kejadian itu.
.
[“sini ayah antar kamu kesekolah biar tidak telat”]
[“yeyy ayah baik sekali”]
.
Ruki masih mengenang kejadian hari itu.
.
[“ini bukan urusanmu..!!!” ayahnya geram dan pergi
meninggalkan ibunya beserta ruki yang menangis melihat ayah dan ibunya
bertengkar dari jauh.]
.
Bahkan kejadian yang tidak ingin diingat ruki kembali muncul
dalam pikirannya. Ruki memegang dadanya yang sakit dan sesak. Rasanya ia ingin
sekali menusuk dadanya berharap rasa sakit itu hilang. Tapi ia tahu, itu tak
kan menyembuhkan lukanya dan itu hanya menambah luka.
Sepanjang malam ruki hanya menangis, ia tidak peduli dengan
keadaan dirinya. Saat matahari semakin meninggi dan menerangi seluruh tempat
tak terkecuali menerangi kamarnya yang gelap menjadi terang, ruki masih terjaga
dalam kesedihannya. Menatap kosong didepannya, entah apa yang ia pikirkan
bahkan saat pintu kamarnya diketuk ia tidak sadar.
~~~~
“bagaimana bi, apa ruki masih tidak keluar dari kamarnya”
Tanya reita yang datang ke rumah ruki saat ini.
“hm iya nak reita, bisakah kamu membujuknya keluar kamarnya?
Bibi takut terjadi sesuatu dengan taka-chan setelah mendengar bahwa ayahnya
telah tiada” ibunya ruki mulai sedih.
Melihat ibunya ruki sangat sedih, reita tidak tega
melihatnya. Lalu ia beranjak dari tempatnya untuk ke kamar ruki. reita mengetuk
pintu kamar ruki berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Reita terus berpikir apa
yang harus ia lakukan, ia takut terjadi apa-apa pada ruki. akhirnya mau tidak
mau reita pun mendobrak pintu kamar ruki. terlihatlah ruki yang sedang terduduk
di atas tempat tidurnya yang menatap kosong kedepan.
Tiba-tiba saja reita merasa kasihan dengan keadaan ruki, ia
melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan ruki. ia duduk disamping tempat
tidur dan menatap ruki yang terdiam membisu.
“hey ru” reita membelai kepala ruki yang membuat ruki
menoleh padanya. “ada apa dengan mu hm?”
Ruki hanya menggeleng kepalanya dan kembali menatapnya
kedepan yang masih menatap kosong.
“ru..” reita menatap intens ke mata ruki yang hanya diam
saja.
“apa ditinggalkan seseorang yang sempat disayang lalu
dibenci apa sebegitu menyakitkan seperti ini?” ruki akhirnya berbicara walaupun
suaranya terdengar parau.
Reita mulai tersenyum dan kembali mengelus kepala ruki “hmm
memang tapi itu bukan berarti kita harus tenggelam dalam kesedihan”
Ucapan reita membuat ruki menoleh padanya “hng? Apa maksudmu
rei?”
“yah memang sangat menyakitkan bila ditinggal seseorang yang
sangat berarti tetapi yang ditinggalkan tidak boleh berlarut-larut dalam
kesedihan. Kau tahu? Ayahmu pasti sedih disana melihat mu yang menangis seperti
ini, wajahmu jelek jika menangis” ucapan reita membuat ruki memanyunkan
bibirnya yang membuat reita terkekeh. “intinya, Tuhan sudah mengatur semuanya.
Ia menjemput ayahmu bukan berarti menambah penderitaan mu tetapi itu semua
sudah ditakdirkan. Dan kau harus kuat menghadapinya ru” reita menepuk kepala
ruki dengan pelan.
Ruki hanya terdiam mendengar perkataan reita, ia mencerna
semua perkataan reita. Yah reita benar, kenapa ia terus-terusan menangisi dan
membuatnya sakit. Dan akhirnya garis senyuman ruki terukir kembali.
“rei..”
“hmm?”
“antarkan aku ke pemakaman ya..”
Reita hanya mengangguk dan membelai lagi kepala ruki.
~*~*~*~*~*~*~*
PLUK
Sebuah tangan terasa diatas kepala ruki, yah itu tangan
reita yang memegang atas kepala ruki. reita jongkok dan menatap ruki.
“mau sampai kapan kau bersedih diatas makan ayahmu? Kau mau
membuatnya sedih hm?”
Ruki memaksakan diri untuk senyum dan menatap makam ayahnya.
“iya, aku tidak boleh bersedih. Ayah, lihatlah aku akan membuat mu banga dari
sana. Aku akan sukses seperti impianmu. Aku janji ayah…” ruki kembali terisak.
Reita dengan gentle merangkul ruki kedalam pelukannya dan
menepuk punggung ruki berharap ruki tenang. “kita pulang ya?” bisik reita dan
hanya dijawab oleh anggukan ruki.
Kehidupan tidak selamanya abadi, kehidupan akan berakhir
ketika kematian itu datang. tersakiti dan disakiti adalah bagian dari kehidupan
dan merupakan sebuah ujian dari Tuhan kepada seluruh manusia. Jika ia lulus, ia
akan bahagia begitu pun sebaliknya.
>>>> F.I.N